Friday, September 30, 2016

Bagian 2 - KONVENSI-KONVENSI KEMARITIMAN DARI IMO

2.1 Pendahuluan
 

Terjadinya revolusi industri pada abad ke delapanbelas dan sembilanbelas serta melonjaknya perdagangan internasional berakibat pada pengadopsian beberapa perjanjian internasional yang berhubungan dengan pelayaran di laut, termasuk keselamatannya. Hal-hal yang dicakup melingkupi termasuk pengukuran tonase, pencegahan tubrukan di laut dan yang lainnya.

Di akhir abad ke sembilanbelas, suatu usulan telah diajukan untuk membentuk badan tetap tentang kemaritiman internasional yang akan menangani permasalahan di atas serta langkah-langkah selanjutnya  di masa yang akan datang. Rencana yang sudah dibuat belum dilaksanakan, tetapi kerjasama internasional diteruskan dan dilanjutkan dalam abad ke duapuluh ini, dengan masih banyaknya pengadopsian terhadap  perjanjian-perjanjian yang telah dikembangkan secara internasional.

Ketika IMO dibentuk pada tahun 1958, beberapa konvensi internasional penting  telah dikembangkan, termasuk Konvensi Keselamatan Pelayaran di Laut tahun 1948 (the International Convention for the Safety of Life at Sea of 1948), Konvensi Internasional Pencegahan Pencemaran Laut oleh Minyak tahun 1954 (the International Convention for the Prevention of Pollution of the Sea by Oil of 1954) dan peraturan yang berhubungan dengan garis-garis muat dan pencegahan tubrukan di laut.

IMO diberi tanggungjawab untuk memastikan bahwa mayoritas dari konvensi-konvensi tersebut akan selalu dijaga dan diperbaharui. Serta juga diberi tugas untuk mengembangkan konvensi-konvensi baru sebagaimana dan jika kebutuhan memerlukannya.

Penbentukan IMO bertepatan dengan periode perubahan besar-besaran pada pelayaran dunia sehingga Organisasi ini telah langsung disibukkan dari memulai mengembangkan konvensi-konvensi baru serta memastikan bahwa instrumen-instrumen yang sudah ada tetap berguna dalam menghadapi akibat dari perubahan-perubahan dalam teknologi pelayaran. IMO sekarang bertanggungjawab terhadap hampir dari 50 konvensi dan perjanjian internasional dan telah mengadopsi sejumlah protokol dan amandemen.

2.2 Pengadopsian Suatu Konvensi

Ini adalah merupakan bagian dari proses dengan mana IMO sebagai suatu Organisasi yang paling terlibat secara dekat. IMO memiliki enam badan yang berhubungan dengan suatu pengadopsian dan penerapan konvensi. Majelis dan Dewan adalah organ-organ utamanya, dan komite terkait adalah Komite Keselamatan Maritim (MSC), Komite Perlindungan Lingkungan Maritim (MEPC), Komite Hukum dan Komite Fasilitasi. Perkembangan terhadap pelayaran dan indurtri terkait lainnya didiskusikan oleh Negara-negara Anggota dalam badan-badan ini, dan kebutuhan akan suatu konvensi atau amandemen terhadap konvensi-konvensi yang sudah ada dapat diusulkan pada badan yang mana saja dari mereka. Biasanya suatu usulan pertama dibuat dalam salah satu Komite, usulan itu berlanjut diteruskan ke Dewan dan, sebagaimana dipersyaratkan, lalu ke Majelis.

Jika Majelis atau Dewan, apabila suatu hal yang memungkinkan, memberi otoritasi untuk diproses dengan pekerjaan ini, maka komite terkait akan mempertimbangkan permasalahnya lebih terperinci dan akhirnya membuat konsep suatu instrumen. Dalam beberapa hal permasalahan mungkin dirujuk pada sub-komite khusus untuk pertimbangan dengan lebih terperinci.

Kerja dalam Komite dan Sub-komite ditangani oleh perwakilan-perwakilan Negara-negara Anggota Organisasi. Pandangan-pandangan dan pertimbangan dari antar pemenrintah dan organisasi-organisasi internasiaonal non-pemerintah yang memilki suatu hubungan kerja dengan IMO juga dipersilahkan dalam badan-badan ini. Banyak dari organisasi ini memiliki pengalaman secara langsung dalam berbagai hal sebagai pertimbangan, dan untuk itulah mereka dapat membantu pekerjaan IMO dari cara-cara yang praktikal.

Konsep konvensi yang disepakati dilaporkan kepada Dewan dan Majelis dengan satu rekomendasi agar diadakan satu persidangan konferensi untuk membpertimbangkan konsep tersebut didalam pengadopsian secara formal.

Undangan-undangan untuk menghadiri satu sidang konferensi dikirim kepada semua Negara-negara Anggota IMO dan juga semua Negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa atau setiap agen-agen khususnya. Konferensi ini sebenarnya betul-betul konferensi global yang terbuka terhadap semua Negara yang biasanya berpartisipasi dalam konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa. Semua Negara yang berpartisipasi memiliki suara yang sama. Sebagai tambahan, organisasi-organisasi dari system Perserikatan Bangsa-Bangsa dan organisasi-organisasi yang memiliki hubungan resmi dengan IMO diundang untuk mengirimkan pengamat-pengamat mereka untuk menghadiri konferensi agar memberikan nilai tambah sebagai masukan dari para ahli mereka terhadap para perwakilan Pemerintah.

Sebelum konferensi dibuka, konsep konvensi diedarkan kepada semua Pemerintah dan organisasi yang telah diundang untuk komentar-komentar mereka. Konsep konvensi, bersamaan dengan komentar-komentar di atas yang diterima dari Pemerintah dan organisasi terkait lalu diperiksa secara seksama oleh para peserta konferensi dan perubahan-perubahan yang diperlukan dilakukan untuk membuat suatu konsep yang dapat diterima oleh semuanya atau mayoritas Pemerintah yang hadir. Konvensi yang telah disepakati lalu diadopsi oleh konferensi dan disimpan oleh Sekertaris Jendral untuk mengirimkan salinan-salinannya ke semua Pemerintah. Penandatanganan suatu Konvensi dibuka bagi semua Negara, biasanya dalam sutu periode selama 12 bulan. Para penandatangan mungkin untuk menyetujui atau menerima konvesi sementara yang bukan para penandatangan mungkin menyetujui.

Pengkonsepan dan adopsi dari suatu konvensi pada IMO dapat memakan waktu beberapa tahun untuk menyelesaikannya walaupun pada beberapa kasus, dimana diperlukan tanggapan cepat untuk menangani situasi darurat, semua Pemerintah telah bersedia untuk mempercepat proses ini sedapat mungkin.

2.3 Pemberlakuan

Pengadopsian suatu konvensi menandai suatu kesimpulan dari hanyalah suatu tahapan awal dari suatu proses panjang. Sebelum konvensi diberlakukan - itu adalah, sebelum konvensi menjadi mengikat terhadap Pemerintah yang telah mengesahkannya - konvensi harus diterima secara formal oleh Pemerintah secara individu.

Setiap konvensi termasuk kondisi-kondisi penetapan ketentuan yang sesuai harus dipenuhi sebelum diberlakukan. Kondisi-kondisi ini bervariasi tetapi pada umumnya, semakin penting dan semakin kompleks suatu dokumen, dan semakin ketat suatu kondisi-kondisi untuk itu diberlakukan. Sebagai contoh, SOLAS 1974, agar diberlakukan memerlukan penerimaan oleh 25 Negara yang armada-armada dagangnya meliputi tidak kurang dari 50 persen dari tonase kotor/gross tonnage dunia; untuk Konvensi Internasional pada Pengukuran Tonase Kapal, 1969, persyaratannya telah diterima oleh 25 Negara yang kombinasi dengan jumlah armada dagang mereka mewakili tidak kurang dari 65 per sen dari jumlah tonase dunia.

Ketika kondisi-kondisi yang dipersyaratkan telah dipenuhi, konvensi diberlakukan terhadap Negara-negara yang telah menerima - umumnya setelah satu masa tenggang waktu agar semua Negara mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk pengimplementasiannya.

Dalam hal beberapa konvensi yang memperangaruhi sedikit Negara atau berurusan dengan masalah-masalah yang tidak terlalu kompleks, persyaratan pemberlakuannya mungkin tidak begitu ketat. Sebagai contoh, suatu Konvensi yang Berhubungan dengan Kewajiban Sipil dalam suatu Bidang Pengangkutan Kemaritiman Bahan Nuklir (The Convention Relating to Civil Liability in the Field of Maritime Carriage of Nuclier Material), 1971, diberlakukan 90 hari setelah diterima oleh lima Negara; Perjanjian Kapal-Kapal Penumpang Perdagangan Khusus (the Special Trade Passenger Ships), 1971, diberlakukan enam bulan setelah tiga Negara (termasuk dua dengan kapal-kapal atau nasional terlibat dalam perdagangan khusus) telah menerimanya.

Untuk konvensi-konvensi teknikal penting, hal itu diperlukan bahwa konvensi-konvensi itu diterima dan dipakai oleh sejumlah besar dari komunitas pelarayan. Oleh karena itu penting bahwa ini harus, ketika diberlakukan, dapat diapplikasikan oleh sebanyak mungkin bagi negara-negara maritim. Jika tidak mereka akan cendrung bingung, daripada mengklarifikasikan, praktek pelayaran.

Penerimaan suatu konvensi tidak hanya terlibat penyimpanan suatu instrumen formal. Suatu penerimaan Pemerintah terhadap suatu konvensi memerlukan meletakkan terhadapnya suatu kewajiban untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan oleh konvensi. Sering peraturan nasional harus diberlakukan atau dirubah untuk memberlakukan ketentuan-ketentuan dari suatu konvensi; dalam beberapa kasus, fasilitas-fasilitas khusus mungkin harus diberikan; suatu inspektorat kemungkinan harus diangkat atau dilatih untuk melaksanakan fungsi-fungsi menurut suatu konvensi; dan pemberitahuan yang seharusnya harus diberikan kepada para pemilik kapal, pembuat kapal dan badan terkait lainnya sehingga mereka menjadi memperhitungkan pada suatu kebutuhan dari suatu konvensi bagi pelaksanaan dan rencana untuk masa yang akan datang.

Untuk saat ini konvensi-konvensi IMO berlakukan dengan waktu rata-rata selama lima tahun setelah pengadopsian. Mayoritas dari instrumen-instrumen ini sekarang sedang berlaku atau sedang dalam ambang dari pemenuhan persyaratan-persyaratan untuk memasuki dalam pemberlakuan.

2.4 Penandatanganan, Ratifikasi, Penerimaan, Pengesahan dan Pencapaian

Istilah-istilah penandatanganan, peratifikasian, penerimaan, pengesahan dan pencapaian merujuk pada suatu metode yang mana suatu Negara dapat menyatakan persetujuannya untuk mematuhi terhadap suatu perjanjian.

2.4.1 Penandatanganan

Persetujuan mungkin dapat dinyatakan dengan penandatanganan dimana:
  • suatu perjanjian didalam memberikan suatu penandatangan harus memiliki suatu efek;
  • ini jika tidak ditetapkan bahwa suatu Negara negosiasi yang telah setuju bahwa penandatangan itu harus memiliki efek; dan
  • suatu keinginan dari suatu Negara untuk memberikan suatu efek dari penandatanganan dinyatakan dari perwakilannya yang berkuasa penuh atau yang telah disampaikan/dinyatakan ketika suatu pernegosiasian (Konvensi Wina tentang suatu Aturan untuk Perjanjian-perjanjian, 1969, Artikel 12.1).
Suatu Negara mungkin juga menandatangani suatu perjanjian "dengan syarat peratifikasian, penerimaan atau persetujuan". Pada situasi demikian, penandatanganan tidak menandakan persetujuan dari suatu Negara untuk terikat dari kewajiban dalam perjanjian, walaupun hal itu mewajibkan suatu Negara untuk menahan diri dari perlakuan yang mana akan mengalahkan suatu tujuan dan maksud dari suatu perjanjian sampai waktu sedemikian rupa sehingga membuat keinginannya jelas untuk tidak menjadi satu bagian dari suatu perjanjian (Konvensi Wina tentang suatu Peraturan terhadap Perjanjian, Artikel 18(a)).
 
2.4.2 Penandatanganan dengan syarat Peratifikasian, Penerimaan, atau Persetujuan
 
Hampir semua perjanjian multirateral berisi suatu klausal yang memberikan bahwa satu Negara mungkin menyatakan persetujuannya untuk diikat oleh suatu instrumen oleh penandatanganan dengan syarat peratifikasian.
 
Pada situasi demikian, penandatanganan saja tidak cukup untuk mengikat satu Negara, tetapi harus diikuti oleh suatu penyimpanan dari suatu instrumen ratifikasi dengan penyimpanan perjanjian.
 
Opsi pernyataan persetujuan ini harus diikat oleh penandatanganan dengan syarat ratifikasi, menerima atau menyetujui berasal dari suatu waktu ketika komunikasi-komunikasi internasional tidak secepat, sebagaimana mereka sekarang. 
 
Itu adalah satu cara untuk memastikan bahwa satu Negara perwakilan tidak melebihi kekuasaan mereka atau instruksi-instruksi mengenai suatu pembuatan satu perjanjian tertentu. Kata-kata "penerimaan" dan "pengesahan" pada dasarnya adalah cara yang sama seperti peratifikasian, tetapi mereka lebih tidak formal dan non-teknikal dan lebih disukai oleh beberapa Negara yang mungkin memiliki kesulitan konstitusional dengan istilah peratifikasian. 
 
Banyak Negara sekarang ini memilih opsi ini, khususnya dalam hubungannya dengan perjanjian-perjanjian multinasional, karena ini memberi mereka dengan satu kesempatan untuk memastikan bahwa setiap undang-undang yang diperlukan diundangkan dan persyaratan konstitusi lainnya dipenuhi sebelum memasuki ke dalam komitmen-komitmen perjanjian.
 
Istilah untuk persetujuan harus dinyatakan dengan penandatanganan dengan syarat penerimaan atau persetujuan sangat sama terhadap peratifikasian pada efek mereka. Hal ini ditunjukkan oleh Artikel 14.2 dari Konvensi Wina tentang Peraturan dari Perjanjian-perjanjian yang memberikan bahwa "suatu persetujuan dari satu Negara harus diikat oleh satu perjanjian yang dinyatakan dengan penerimaan atau pengesahan dibawah kondisi yang mirip dengan hal-hal yang berlaku untuk peratifikasian".
 
2.4.3 Kesepakatan
 
Hampir semua perjanjian-perjanjian multinasional bebas terbuka untuk penandatanganan dalam satu periode waktu yang telah ditentukan. Kesepakatan adalah suatu metode yang dipakai oleh satu Negara untuk menjadi satu bagian dari suatu perjanjian yang mana negara itu belum menandatangani perjanjian itu sementara itu perjanjian itu telah dibuka untuk penandatanganan. 

Secara teknis, kesepakatan mewajibkan Negara bersangkutan untuk menyimpan satu instrumen kesepakatan dengan penyimpanannya. Artikel 15 dari Konvensi Wina tentang suatu Hukum Perjanjian menyatakan bahwa persetujuan dengan kesepakatan adalah memungkinkan dimana suatu perjanjian demikian disediakan, atau dimana hal itu jika tidak dibentuk bahwa Negara yang bernegosiasi telah disetujui atau kemudian disetujui bahwa persetujuan dengan kesepakatan dapat terjadi. 
 
2.5 Amandemen
  
Teknologi dan teknik pada industri pelayaran berubah dengan sangat cepatnya akhir-akhir ini. Sebagai akibatnya, bukan hanya konvensi-konvensi baru yang diperlukan tetapi yang sudah ada diperlukan untuk diperbaiki. Sebagai contoh, Konvensi Internasional tentang Keselamatan di Laut (SOLAS), 1960 telah diamandemenkan sebanyak enam kali setalah diberlakukan pada tahun 1965 - pada tahun 1966, 1967, 1968, 1969, 1971 dan 1973. Pada tahun 1974 konvensi baru selengkapnya diadopsi yang mencakup semua amandemen-amandemen itu (dan perubahan-perubahan kecil lainnya) dan telah dimodifikasi pada sejumlah kesempatan.
 
Pada konvensi-konvensi awal, amandemen-amandemen diberlakukan hanya setelah persentase Negara-negara Peserta, biasanya dua per tiga, yang telah menerima amandemen dimaksud. Ini biasanya dimaksudkan bahwa lebih banyak penerimaan yang disyaratkan dalam mengamandemenkan satu konvensi daripada yang seharusnya untuk mengangkat suatu konvensi menjadi diberlakukan, khususnya dimana jumlah Negara yang menjadi bagian terhadap satu konvensi sangat banyak. 
 
Persyaratan persentase ini dalam prakteknya akan mengarah ke penundaan panjang didalam memberlakukan amandemen-amandemen. Untuk memperbaiki situasi satu prosedur amandemen telah dirancang di dalam IMO. Prosedur ini telah dipakai dalam suatu masalah konvensi seperti Konvensi tentang Peraturan Internasional untuk Pencegahan Tubrukan di Laut, 1972, Konvensi Internasional untuk Pencegahan Polusi dari Kapal-kapal dan SOLAS 1974, semuanya yang menggabungkan prosedur yang melibatkan "penerimaan diam-diam" dari amandemen oleh Negara.
  
Daripada persyaratan bahwa suatu amandemen harus diberlakukan setelah diterima, sebagai contoh, dua per tiga dari para Anggota, suatu prosedure "penerimaan diam-diam" memberikan bahwa suatu amandemen harus diberlakukan pada suatu waktu tertentu kecuali sebelum tanggal itu, keberatan terhadap amandemen telah diterima dari sejumlah Anggota yang sudah ditentukan. 
 
Dalam masalah Konvensi SOLAS 1974, suatu amandemen terhadap hampir semua Anneks (yang merupakan bagian teknis Konvensi) adalah "dianggap harus sudah diterima di akhir dari dua tahun dari tanggal dimana amandemen dikomunikasikan kepada Negara Anggota..." kecuali amandemennya ditolak oleh lebih dari satu per tiga dari Negara Anggota, atau Negara Anggota yang memiliki tidak kurang dari 50 persen Tonase Kotor perdagangan dunia. Periode ini mungkin dapat divariasikan oleh Komite Keselamatan Laut dengan batasan minimum satu tahun. 
 
Sebagaimana telah diharapkan suatu prosedur "penerimaan diam-diam" telah sangat mempercepat suatu proses amandemen. Amandemen-amandemen akan diberlakukan antara 18 sampai dengan 24 bulan, pada umumnya dibandingkan dengan ini, tidak satupun dari amandemen-amandemen telah diadopsi terhadap Konvensi SOLAS 1960 antara tahun 1966 dan 1973 telah menerima cukup penerimaan yang telah memenuhi persyaratan untuk diberlakukan. 
 
2.6 Pelaksanaan
  
Suatu pelaksanaan konvensi-konvensi IMO tergantung pada Pemerintah-pemerintah Aanggota Negara. 
 
Pihak Pemerintah memberlakukan ketentuan-ketentuan konvensi IMO sejauh kapal-kapal mereka sendiri yang dituju dan juga dikenakan denda bagi yang melanggarnya, dimana jika ini bisa dilaksanakan. 
 
Mereka juga memiliki kekuasaan terbatas terhadap kapal-kapal dari Pemerintah lain.
Pada beberapa konvensi, sertifikat diperlukan dibawa di dalam kapal untuk membuktikan bahwa mereka telah diperiksa dan telah memenuhi standard yang dipersyaratkan. Sertifikat-sertifikat ini biasanya diterima sebagai bukti oleh suatu badan otoritas dari Negara-negara lain bahwa kapal yang dimaksud telah mencapai standard yang dipersyaratkan, tetapi pada beberapa kasus aksi lebih lanjut dapat dilakukan. 
 
Konvensi SOLAS 1974, sebagai contoh, negara-negara yang "petugas yang melakukan pengawasan harus melakukan langkah-langkah sedemikian rupa sehingga akan memastikan bahwa kapal tidak akan berlayar sampai dia dapat melakukan proses ke laut tanpa bahaya terhadap penumpang dan awak badan kapal". 
 
Ini dapat terlaksana jika "ada bukti nyata untuk diyakini bahwa kondisi suatu kapal dan perlengkapannya secara nyata tidak sesuai dengan kondisi yang tercantum di dalam sertifikatnya". 
 
Suatu pemeriksaan pada keadaan ini akan, tentunya, berlangsung dalam daerah kekuasaan hukum dari Syahbandar. Tetapi jika pelanggaran terjadi dalam perairan internasional penanggungjawab yang memberikan hukuman berada pada Bendera Kapal tersebut berasal. 
 
Jika pelanggaran terjadi di dalam kekuasaan hukum Negara lain, bagaimanapun, Negara itu dapat juga apakah memproses nya sesuai dengan peraturannya sendiri atau melaporkan kejadiannya secara detail kepada Bendera Kapal asal Negara sehingga dari surat laporan itu dapat dikenakan tindakan sesuai dengan yang seharusnya. 
 
Sesuai pasal-pasal dari Konvensi 1969 Berkenaan dengan Intervensi di Laut Lepas, Negara Peserta diberi kekuasaan untuk bertindak terhadap kapal-kapal dari luar negaranya yang sedang mengalami suatu kecelakaan atau kerusakan di laut lepas jika ada kemungkinan besar berakibat terjadinya pencemaran minyak di laut.
 
Cara dimana keadaan ini kemungkinan digunakan secara hati-hati ditentukan, dan pada hampir semua konvensi Bendera dimana kapal berasal adalah penaggungjawab utama untuk memberlakukan konvensi-konvensi sejauh terhadap kapal-kapal dan orang-orang mereka sendiri. Organisasi ini sendiri tidak memiliki kekuasaan untuk menegakkan konvensi-konvensi. 
 
Bagaimanapun, IMO telah diberi otoritas terhadap prosedur-prosedur pelatihan, pengujian dan penyertifikasian pada Pihak-pihak pada Konvensi Internasional tentang Standard Platihan, Penyertifikatan dan Pemeliharaan Pelaut (STWC), 1978. Ini merupakan satu perubahan yang paling penting dilakukan pada amandemen tahun 1995 yang telah diberlakukan pada tanggal 1 Februari 1997. Para Pemerintah harus memberikan informasi yang sesuai kepada Komite Keselamatan Maritim IMO yang akan menilai apakah memenuhi atau tidak suatu Negara bersangkutan persyaratan suatu Konvensi. 
 
2.7 Hubungan antara Konvensi-konvensi dan Interpretasi
  
Beberapa topik dicakup oleh lebih dari satu Perjanjian. Suatu pertanyaan kemidian timbul yang mana yang berlaku. Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian tercantum dalam Artikel 30 untuk mengatur tentang suatu hubungan antara perjanjian berturut-turut hubungannya terhadap masalah subjek yang sama. Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tentang suatu interpretasi Perjanjian dapat ditemukan dalam Artikel 31, 32, dan 33 Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian. Suatu Perjanjian harus diinterpretasikan dengan niat baik sesuai dengan arti sederhana yang diberikan terhadap persyaratan perjanjian sesuai dengan konteks mereka dan mengingat tujuann dan sasaranya. Dan ketika satu Perjanjian telah disalin ke dalam dua atau lebih bahasa, Teksnya adalah secara sama memiliki otoritasisasi dari setiap bahasa, kecuali perjanjiannya memberikan atau para anggota menyetujui bahwa, apabila terdapat perbedaan, teks tertentu yang berlaku. 
 
2.8 Konvensi-konvensi Kemaritiman
 
Seperti telah disebutkan di atas bahwa, didalam menjaga pelayaran yang effisien, selamat dan aman dengan tetap menjaga agar laut tidak tercemar maka IMO membuat beberapa konvensi, antara lain: 
  1. Konvesi SOLAS 1974;
  2. Konvensi MARPOL 73/78;
  3. Konvensi STWC 1995;
  4. Konvensi Load Line 1966; dan
  5. Konvensi Colreg 1972.
2.8.1 Konvensi SOLAS 1974

Konvensi Internasional tentang Keselamatan Hidup di Laut yang pertama (Sefety of Life at Sea - SOLAS) diadopsi oleh Konferensi Internasional tentang keselamatan hidup di laut pada tanggal 1 Nopember 1974 dan diberlakukan pada tanggal 25 Mei 1980. Konvensi ini telah diamandemenkan sebanyak dua kali yaitu pada tahun 1978 dan 1988.

Konvensi SOLAS secara umum dianggap sebagai yang paling penting dari semua perjanjian-perjanjian internasional berkenaan dengan keselamatan kapal-kapal dagang. Versi pertama pada tahun 1914 adalah sebagai jawaban pada kecelakaan kapal Titanic, versi yang kedua pada tahun 1929, ketiga pada tahun 1948 dan yang keempat pada tahun 1960.

Konvensi 1960 yang telah diadopsi pada tanggal 17 Juni 1960 dan mulai berlaku pada tanggal 26 Mai 1965, adalah tugas pertama IMO setelah dibentuknya Organisasi itu dan itu telah mewakili satu langkah maju didalam memodernisasi peraturan-peraturan dan agar sejalan dengan perkembangan teknis dalam industri pelayaran.

Tujuan utama dari konvensi SOLAS adalah untuk menentukan standard-standard minimum suatu konstruksi, peralatan dan pengoperasian kapal-kapal, sesuai  dengan  keselamatan mereka.
Konvensi SOLAS 1974 dan Protokol tahin 1978 berlaku hanya pada kapal-kapal yang berhubungan dengan pelayaran internasional kecuali;
  • Kapal-kapal perang dan kapal-kapal pengangkut pasukan;
  • Kapal dagang kurang dari 500 GT;
  • Kapal-kapal tidak digerakkan oleh peralatan mekanis;
  • Kapal-kapal kayu tradisional;
  • Kapal pesiar yang tidak berhubungan dengan bisnis, dan
  • Kapal-kapal penangkap ikan.
Yang bertanggungjawab dalam mengimplementasikan konvensi-konvensi SOLAS adalah Syahbandar (Flag States), memastikan bahwa kapal-kapal dibawah bendera mereka memenuhi persyaratan-persyaratan yang diperlukan, dan sejumlah sertifikat yang tercantum didalam konvensi tersebut sebagai bukti bahwa hal itu telah dilaksanakan.

Syahbandar kemungkinan, bagaimanapun, mempercayakan inspeksi-inspeksinya dan survey-surveynya baik untuk surveyor-surveyor yang dinominasikan untuk maksud tersebut atau kepada organisasi yang telah diakui oleh nya dan bertindak atas namanya (biasanya Biro Klassifikasi). Didalam melaksanakan tugas sesuai peraturan yang berlaku (Statutory) suatu organisasi harus memenuhi kriteria minimum yang telah ditetapkan oleh IMO dan harus dinominasikan oleh Syahbandar.

Ketentuan-ketentuan pengawasan juga memperbolehkan Kontraktor Pemerintah memeriksa dalam pelabuhan-pelabuhan mereka kapal-kapal dari Kontraktor Negara lain jika ada alasan yang jelas untuk memastikan bahwa suatu kapal dan peralatannya tidak secara substansial mematuhi persyaratan-persyaratan dari suatu Konvensi. Prosedur ini dikenal dengan istilah Pelabuhan Dalam Pengawasan Negara atau Port State Control.
Adapun Konvensi SOLAS yang paling baru dibagi menjadi 2(dua) bagian yaitu: 

Bagian 1 adalah meliputi  artikel-artikel yang berhubungan dengan Konvensi 1974, dan Protokol 1988, dan teks yang terkonsolidasi pada suatu Annex terhadap Konvensi SOLAS 1974. Ini terdiri dari duabelas Bab, ditambah satu Appendix (menunjukkan format sertifikat-sertifikat).

Bagian ini mengatur kewajiban-kewajiban secara umum, prosedur amandemen dan lain sebagainya.

Bagian 2 adalah meliputi tiga annex sebagaimana disebutkan di bawah.

Duabelas Bab dari Bagian 1 meliputi topik-topik berikut:
  • Bab I, Ketentuan-ketentuan Umum;
  • Bab II-1, Konstruksi-Pembagian Ruang dan Stabilitas, Installasi-installasi Permesinan dan Kelistrikan;
  • Bab II-2, Proteksi Kebakaran, Deteksi Kebakaran dan Pemadam Kebakaran;
  • Bab III, Perencanaan dan Perlengkapan Keselamatan di Laut;
  • Bab IV, Radio-radio Komunikasi;
  • Bab V, Keselamatan Navigasi;
  • Bab VI, Pengangkutan Kargo;
  • Bab VII, Pengangkutan Barang-barang Berbahaya;
  • Bab VIII, Kapal-kapal Nuklir;
  • Bab IX, Manajemen suatu Keselamatan Operasi Kapal-kapal;
  • Bab X, Tindakan-tidakan Keselamatan bagi Kapal-kapal Cepat;
  • Bab XI,-1, Tindakan-tindakan Khusus untuk peningkatan keselamatan di Laut;
  • Bab XI-2, Tindakan-tindakan Khusus untuk peningkatan keamanan di Laut;
  • Bab XII, Tindakan-tindakan keselamatan tambahan bagi Kapal-kapal Curah.
Ketiga Anneks dari Bagian 2 menerangkan:
  • Anneks 1: Inter[retasi terhadap system terharmonisasi dari survey dan penyertifikatan.
  • Anneks 2: Sertifikat-sertifikat dan dokumentasi yang harus dibawa dalam kapal-kapal
  • Anneks 3: Daftar dari Resolush-resolusi yang telah diadopsi oleh Konferensi-Konferensi SOLAS.
2.8.2 Konvensi MARPOL 73/78

Konvensi Internasional tentang Penegahan Polusi dari Kapal-kapal (MARPOL) telah diadopsi pada tanggal 2 Nopember 1973. Kata "MARPOL" merupakan singkatan dari "Marine Pollution" yang ditujukan untuk polusi dari kapal-kapal. Itu bukan ditujukan untuk polusi yang dihasilkan dari eksplorasi minyak lepas pantai, produksi minyak atau buangan dari kapal-kapal. Dibawah ketentuan-ketentuan dari MARPOL 73/78, polusi didefinisikan sebagaimana yang dihasilkan dari pengoperasian kapal setiap hari, seperti:
  • Membuang ke laut sisa-sisa minyak dari tanki penyimpanan minyak bekas atau bilga kamar mesin;
  • Buangan minyak atau sisa-sisa bahan-bahan kimia dari tangki-tanki muat kapal-kapal tanker;
  • Buangan kotoran dari WC ke laut;
  • Kehilangan muatan ke luar kapal, yang mana berbahaya bagi lingkungan laut; dan
  • Buangan sampah ke luar kapal.
2.8.3 Konvensi Internasional tentang Standard Pelatihan, Sertifikasi dan Pengawasan terhadap Pelaut (International Convention on Standards of Training, Certification and Watchkeeping for Seafarers (STCW).

Diadopsi: 7 Juli 1978; Diberlakukan: 28 April 1984; Revisi besar pada tahun 1995 dan 2010

Konvensi STCW 1978 utamanya dibentuk untuk membuat persyaratan dasar terhadap pelatihan, sertifikasi dan pengawasan bagi pelaut pada tingkatan internasional. Sebelumnya suatu standard pelatihan, sertifikasi dan pengawasan terhadap perwira dan anak buah kapal dilakukan oleh pemerintah masing-masing, biasanya tanpa referensi pada kebiasaan di negara lain. Sebagai hasilnya standard dan prosedunya sangat jauh berbeda, walaupun pelayaran adalah industri yang paling menginternasinal daripada industri-industri lainnya.
Konvensinya mencatat standard minimum berhubungan dengan pelatihan, sertifikasi dan pengawasan terhadap pelaut yang mana negara-negara diwajibkan untuk memenuhi atau lebih dari itu.

Amandemen-amandemen tahun 1995, diadopsi oleh satu Konferensi, telah mewakili satu revisi besar dari Konvensinya, dalam menjawab pada satu pengakuan diperlukan Konvensinya yang selalu diperbaharui dan untuk menjawab kritik-kritik yang menunjukkan banyak phrase samar-samar, seperti "pada kepuasan suatu Administrasi", yang menghasilkan pada interpretasi yang berbeda yang sedang dibuat.

Amandemen-amandemen tahun 1995 diberlakukan pada taggal 1 Pebruari 1997. Salah satu ciri utama dari revisinya adalah suatu pembagian dari annek teknis kedalam regulasi, dibagi ke dalam Bab-bab seperti sebelumnya, dan satu peraturan STCW baru, terhadap mana beberapa regulasi teknis dialihkan. Bagian A dari peraturan STCW ini adalah wajib sementara Bagian B adalah direkomendasikan.

Pemisahan regulasinya dengan cara ini menjadikan administrasi lebih mudah dan juga menjadikan tugas perevisian dan peng up date an mereka lebih simpel: untuk alasan prosedural dan resmi tidak diperlkan mengundang konferensi penuh untuk mengadakan perubahan terhadap Peraturannya. .

Perubahan besar yang lain adalah persyaratan bagi Pihak-pihak terkait terhadap suatu Konvensi dibutuhkannya untuk memberikan informasi detail pada IMO berkenaan dengan tindakan administrasi yang diambil untuk memastikan memenuhi kepatuhan pada Konvensi. Ini mewakili pertamakali bahwa IMO telah diminta untuk bertindak dalam hubungan dengan kepatuhan dan pengimplementasian - secara umum, pengimplementasian adalah ditujukan kepada bendera Negara, sementara Syahbandar juga bertindak untuk memastikan kepatuhan. Di dalam Bab I, regulasi I/7 dari Konvensi yang telah dirubah, Pihak-pihak terkait diharuskan untuk memberikan informasi detail kepada IMO tentang langkah-langkah administrasi yang diambil untuk memastikan kepatuhan terhadap Konvensi, pendidikan dan kursus pelatihan, prosedur sertifikasi dan faktor-faktor lainnya yang relevan terhadap pengimplementasian. Informasinya diterima oleh panel-panel orang yang kompeten, yang dinominasikan oleh Pihak-pihak terkait pada Konvensi STWC, yang memberi laporan terhadap temuan mereka pada Sekertaris Jendral IMO, yang, pada gilirannya, melaporkan kepada Komite Keselamatan Laut (Maritime Safety Commitee - MSC) terhadap Pihak-pihak yang sepenuhnya mematuhi. MSC lalu memprosedur satu daftar dari "Pihak-pihak terkonfirmasi" dalam pematuhan dengan Konvensi STCW.

Bab-bab Konvensi STWC:
  • Bab I: Ketentuan-ketentuan umum;
  • Bab II: Departemen Perwira dan Dek
  • Bab III: Departemen Mesin;
  • Bab IV: Personel Radiokommunikasi dan radio;
  • Bab V: Persyaratan-persyaratan pelatihan khusus bagi personel pada type kapal-kapal tertentu;
  • Bab VI: Fungsi-fungsi keadaan darurat, keselamatan kerja, fasilitas kesehatan dan keselamatan;
  • Bab VII: Sertifikasi alternatif; dan 
  • Bab VIII: Pengawasan.
     Aturan STWC

Peraturan STWC yang tercantum di dalam Konvensinya didukung oleh bagian bagian di dalam Aturan STWC. Pada umumnya dikatatakan, Konvesinya berisikan persyaratan-persyaratan dasar yang mana kemudian dijabarkan dan diterangkan di dalam Aturannya. Bagian A daripada Aturan STWC adalah wajib.  Standard minimum kompetensi yang diperlukan bagi awak badan kapal laut terbuka dijelaskan secara detail dalam suatu tabel berseri. Bagian B daripada Aturan STWC berisi petunjuk yang direkomendasikan yang diperuntukkan untuk membantu Pihak-pihak mengimplementasikan Konvesinya. Langkah-langkah yang telah dianjurkan tidak wajib dan contoh-contohnya yang telah diberikan hanyalah untuk tujuan mengilustrasikan bagaimana persyaratan Konvensi tertentu mungkin dipenuhi. Bagaimanapun, suatu rekomendasi pada umumnya  menggambarkan suatu pendekatan yang telah diselaraskan oleh diskusi-diskusi dikalangan IMO dan berkonsultasi dengan organisasi-organisasi internasional lainnya.

Amandemen-amandemen Manila terhadap Konvensi dan Aturan STWC telah diadopsi pada tanggal 25 Juni 2010, terjadi suatu revisi besar pada Aturan dan Konvensi STWC. Amandemen-amandemen tahun 2010 diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2012 dibawah prosedur penerimaan diam-diam (tacit) dan ditujukan untuk membawa Aturan dan Konvensi up to date dengan perkembangan-perkembangan karena mereka awalnya telah diadopsi dan agar mereka dapat menyampaikan isu-isu yang diantisipasi  muncul di masa yang akan datang.

Termasuk amandemen-amandemen yang telah diadopsi, terdapat sejumlah perubahan-perubahan penting pada setiap bab Konvensidan Aturan, termasuk:
  • Langkah-langkah perbaikan untuk mencegah praktek-praktek curang yang dibarengi dengan sertifikat kompetensi serta memperkuat proses evaluasi (pemonitoran kepatuhan Pihak terkait terhadap Konvensi);
  • Persyaratan-persyaratan untuk sertifikasi baru untuk dapat menjadi pelaut;
  • Persyaratan-persyaratan baru berhubungan dengan pelatihan terhadap teknologi moderen seperti peta-peta elektronik dan sistem-sistem informasi (ECDIS);
  • Persyaratan-persyaratan baru untuk pelatihan keperdulian/kesadaran lingkungan laut dan pelatihan terhadap kepemimpinan dan kerjasama;
  • Persyaratan-persyaratan untuk sertifikasi baru untuk perwira-perwira elektro-teknical;
  • Memperbaharui persyaratan-persyaratan kompetensi bagi personel yang bekerja diatas kapal-kapal semua tipe tanker, termasuk persyaratan-persyaratan baru bagi personel yang bekerja pada kapal-kapal tanker gas cair;
  • Persyaratan-persyaratan baru bagi pelatihan keamanan, juga ketentuan-ketentuan dalam memastikan bahwa pelaut yang dilatih dengan benar dapat mengatasi jika kapal mereka dalam keadaan diserang oleh para pembajak;
  • Pengenalan terhadap metodologi pelatihan moderen termasuk pembelajaran jarak jauh dan pembelajaran melalui internet/website;
  • Petunjuk pelatihan baru bagi personel yang bekerja di atas kapal-kapal yang beroperasi dalam perairan kutub;
  • Petunjuk pelatihan baru bagi personel yang mengoperasikan Dynamic Positioning Systems.
2.8.4 Konvesi Internasional Tentang Garis-garis Muat (ILL)

Diadopsi: 5 April 1966: Diberlakukan: 21 Juli 1968

Telah diakui bahwa batasan garis muat terhadap kapal yang akan dimuati merupakan kontribusi yang besar terhadap keselamatan kapal. Batasan ini diberikan dalam bentuk lambung timbul, yang mana merupakan, disamping kedap cuaca bagian luar dan integritas kedap air, tujuan utama dari Konvensi ini.

Konvensi pertama tentang garis-garis muat, telah diadopsi pada tahun 1930, didasari pada suatu prinsip daya apung cadangan, walaupun hal itu telah diakui kemudian suatu lambung timbul juga harus memastikan stabilitas yang memadai dan menghindari tegangan yang luar biasa pada lambung kapal sebagai akibat dari kelebihan muatan.

Pada tahun 1966 Konvensi Garis-garis Muat, diadopsi oleh IMO, ketentuan-ketentuan dibuat untuk penentuan lambung timbul kapal-kapal dengan perhitungan-perhitungan pembagian ruang kedap dan stabilitas kapal bocor.

Peraturan ini memperhitungkan pula  potensi keberadaan bahaya pada daerah-daerah yang berbeda dan musim yang berbeda-beda. Anneks teknikal terdiri dari beberapa tambahan langkah-langkah keselamatan terkait dengan pintu-pintu, pipa-pipa buang (freeing ports), lubang palkah dan item-item lainnya. Tujuan utama dari tindakan-tindakan ini untuk memastikan integritas kedap air badan kapal di bawah dek lambung timbul.

Semua garis-garis muat yang telah diberikan harus ditandai di bagian tengah pada setiap sisi kapal. Kapal-kapal yang ditujukan untuk mengangkut angkutan kayu dek diberikan suatu lambung timbul yang lebih kecil sebagaimana muatan deknya diberi pelindung terhadap pukulan gelombang.

Konvesinya termasuk tiga anneks.

Anneks I dibagi kedalam empat Bab:

  • Bab I - Umum;
  • Bab II - Kondisi-kondisi pemberian lambung timbul;
  • Bab III - Lambung timbul;
  • Bab IV - Persyaratan-persyaratan khusus bagi kapal-kapal yang diberikan lambung timbul pengangkut kayu.
Anneks II meliputi Zona-zona, daerah-daerah dan periode-periode musim.

Anneks III berisi sertifikat-sertifikat, termasuk sertifikat Garis Muat Internasional.


Berbagai amandemen telah diadopsi pada tahun 1971, 1975, 1979, dan 1983 tetapi mereka memerlukan penerimaan oleh dua per tiga Pihak-pihak terkait dan tidak pernah diberlakukan.

Protokol tahun 1988, diadopsi pada bulan Nopember 1988, diberlakukan pada tanggal 3 Februari 2000. Sekaligus penyelarasan persyaratan-persyaratan survey dan sertifikasi dari Konvensi dengan mereka yang disebutkan di dalam konvensi-konvensi SOLAS dan MARPOL, Protokol tahun 1988 telah merevisi peraturan tertentu dalam Anneks teknikal terhadap Konvensi Galis-garis Muat dan pengenalan suatu prosedur amandemen persetujuan diam-diam, sehingga amandement yang diadopsi akan memasuki masa pemberlakuan enam bulan setelah tanggal yang dianggap diterima kecuali mereka ditolak oleh sepertiga Pihak-pihak terkait. Biasanya tanggal dari masa adopsi terhadap yang dianggap diterima adalah dua tahun.

Amandemen tahun 1995 - diadopsi dibawah prosedur penerimaan yang positif - tidak diberlakukan dan telah digantikan oleh amandemen-amandemen tahun 2003, diadopsi setelah Protokol tahun 1988 diberlakukan.

Amandemen-amandemen tahun 2003


Diadopsi: Juni 2003

Diberlakukan: 1 Januari 2005

Amandemen-amandemen ini, yang mana termasuk pada satu revisi menyeluruh dari suatu regulasi teknikal dari Konvensi Garis-garis Muat yang asli, tidak mempengaruhi Konvensi Garis-garis Muat 1966 dan hanya berlaku bagi kapal-kapal dengan bendera Pihak Negara pada Protokol Garis-garis Muat 1988. Bagaimanapun, sejumlah Pihak-pihak terkait terhadap Protokol 1988 sekarang telah bertambah, Pihak-pihak terkait demikian pada Protokol 1988 sekarang mewakili lebih dari 90 per sen dari pelayaran perdagangan dunia dengan tonase.

Ammandemen terhadap Anneks B pada Protokol Garis-garis Muat 1988 termasuk sejumlah revisi-revisi penting, terutama terhadap regulasi-regulasi berkenaan: kekuatan dan stabilitas kapal; definisi-definisi; anjungan dan sekat-sekat; pintu-pintu; posisi bukaan palkah, bukaan pintu dan ventilasi-ventilasi; ambang-ambang palkah; tutup-tutup palkah; bukaan-bukaan ruang permesinan; berbagai bukaan pada geladak-geladak lambung timbul dan anjungan; bukaan dermaga muatan dan bukaan-bukaan lain yang sejenis; pipa-pipa spurling dan loker-loker rantai; jendela sisi; jendela-jendela dan jendela langit-langit; perhitungan lubang freeing port; perlindungan awak badan kapal dan perlengkapan keselamatan jalan keluar untuk awak badan kapal; perhitungan lambung timbul; sheer; tinggi minimum bagian depan kapal (bow) dan daya apung cadangan; dan lain sebagainya.

2.8.5 Konvesi pada Regulasi Internasional untuk Pencegahan Tubrukan di Laut, 1972 (COLREGs, 1972)

Pengadopsian: 20 Oktober 1972; Diberlakukan: 15 Juli 1977

Konvensi tahun 1972 ini telah dirancang untuk memperbarui dan mengganti Regulasi Tubrukan 1960 yang telah diadopsi pada waktu yang bersamaan sebagaimana Konvensi SOLAS 1960.

Salah satu inovasi yang paling penting pada COLREGs 1972 ini adalah suatu pemberian pengakuan pada skema pemisasah lalu-lintas - Aturan 10 memberi petunjuk dalam penentuan kecepatan aman, bahaya tubrukan dan tingkah-laku pengoperasian kapal-kapal pada atau dekat skema-skema pemisah lalu-lintas.

Skema pemisah lalu-lintas pertama demikian telah dibentuk di Selat Dover pada tahun 1967. Hal itu pada awalnya telah beroperasi atas dasar secara sukarela tetapi pada tahun 1971 suatu Majelis IMO telah mengadopsi satu resolusi yang menyatakan bahwa pengawasan terhadap skema-skema pemisah lalu-lintas akan menjadi wajib - dan COLREGs menjadikan kewajiban ini tegas.

Ketentuan-ketentuan Teknis

COLREGs termasuk 38 aturan dibagi menjadi lima bagian:
  • Bagian A - Umum;
  • Bagian B - Pengemudian dan Pelayaran;
  • Bagian C - Lampu-lampu dan Bentuk-bentuknya;
  • Bagian D - Sinyal-sinyal dengan Suara dan Cahaya; dan
  • Bagian E - Pengecualian-pengecualian.
Ada empat Anneks yang terdiri dari persyaratan-persyaratan teknikal berkenaan dengan lampu-lampu dan bentuk-bentuknya dan letak mereka; alat-alat sinyal dengan suara; tambahan sinyal-sinyal untuk kapal-kapal ikan ketika beroperasi di dekat, dan sinyal-sinyal bahaya internasional.

Bagian A - Umum (Aturan 1-3)

Aturan 1 menyatakan bahwa aturan-aturan berlaku bagi semua kapal ketika berada pada cuaca buruk dan semua perairan yang berhubungan dengan cuaca buruk dan dapat dinavigasi oleh kapal-kapal samudra.

Aturan 2 meliputi tanggungjawab dari kapten kapal, pemilik dan awak badan kapal untuk mematuhi dengan aturan-aturan ini.

Aturan 3 meliputi definisi-definisi.

Bagian B - Pengemudian dan Pelayaran (Aturan 4 - 19)

Bagian I -  Perilaku kapal-kapal pada setiap keadaan visibilitas (Aturan 4 - 10)

Aturan 4 menyatakan bahwa bagian ini berlaku dalam setiap kondisi visibilitas.

Aturan 5 memerlukan bahwa "Setiap kapal pada setiap saat harus menjaga suatu jarak pandang dengan penglihatan dan pendengaran dan juga dengan segala peralatan yang ada sesuai dalam keadaan yag berlaku dan kondisi-kondisi sehingga membuat penilaian sepenuhnya terhadap situasi dan terhadap bahaya tubrukan".

Aturan 6 berhubungan dengan kecepatan aman. Hal ini memerlukan bahwa "Setiap kapal pada setiap saat harus berlayar pada suatu kecepatan aman...". Aturan ini menyatakan suatu faktor-faktor yang harus diperhitungkan didalam menentukan kecepatan aman. Beberapa dari hal ini merujuk secara specifik pada kapal-kapal yang dilengkapi dengan radar. Pentingnya dalam menggunakan "semua peralatan-peralatan yang ada" akan ditekankan lebih lanjut.

Aturan 7 meliputi bahaya tubrukan, yang mana memperingatkan bahwa "pengasumsian tidak boleh dilakukan yang berdasarkan pada informasi  yang hanya sedikit/tidak lengkap, khususnya informasi radar yang tidak lengkap.

Aturan 8 mencakupi tindakan yang harus dilakukan untuk menghindari tubrukan.

Dalam Aturan 9 suatu kapal yang berlayar pada suatu lintasan dari satu jalur sempit atau jalur pelayaran diwajibkan untuk tetap "sedekat mungkin terhadap batas bagian luar dari jalur sempit atau jalur pelayaran yang berada dibagian sisi kanannya seaman dan sepraktikal mungkin." Aturan yang sama mewajibkan pada kapal dengan panjang kurang dari 20 meter atau kapal layar agar tidak menghalangi jalannya kapal "yang mana dapat melintas dengan selamat hanya didalam jalur sempit atau jalur pelayaran."
Aturan ini juga melarang kapal-kapal untuk menyeberangi jalur sempir dan jalur pelayaran "jika penyeberangan demikian akan menghalangi jalannya suatu kapal yang mana dapat melintas dengan selamat hanya didalam jalur sempit atau jalur pelayaran." Arti dari "tidak menghalangi" adalah diklassifikasikan oleh suatu amandemen terhadap Aturan 8 tahun 1987. Satu paragraf baru (f) telah ditambahkan, menitikberatkan bahwa suatu kapal yang telah diminta untuk tidak menghalangi jalannya kapal lain harus melakukan tindakan awal untuk memberikan jarak laut yang cukup untuk lintasan yang aman bagi kapal lain. Kapal demikian diwajibkan untuk memenuhi kewajiban ini juga ketika melakukan tindakan pencegahan sesuai dengan aturan-aturan pengemudian dan pelayaran ketika bahaya tubrukan timbul.

Aturan 10 Regulasi Tubrukan  berhubungan dengan perilaku kapal-kapal atau dekat skema pemisah lalu-lintas yang telah diadopsi oleh Organisasi ini. Oleh Regulasi 8 pada Bab V (Keselamatan dan Navigasi) dari SOLAS, IMO diakui sebagai satu-satunya organisasi yang kompeten untuk berurusan dengan tindakan-tindakan internasional berkenaan dengan pengaturan rute kapal-kapal.

Keefektifan dari skema-skema pemisah lalu-lintas dapat dinilai dari suatu hasil study oleh International Assosiation of Institute of Navigation (IAIN) pada tahun 1981. Hal ini menunjukkan bahwa antara tahun 1956 dan 1960 telah terjadi 60 tubrukan di Selat Dover; duapuluh tahun kemudian, setelah pengenalan skema-skema pemisah lalu-lintas, jumlah ini telah berkurang menjadi hanya 16 tubrukan.

Di daerah lainnya dimana skema-skema demikian tidak ada jumlah tubrukan naik secara drastis. Skema-skema pemisah lalu-lintas baru diperkenalkan secara reguler dan yang telah ada dirubah jika diperlukan untuk menjawab adanya perubahan kondisi lalu-lintas. Untuk memungkinkan hal ini harus dilakukan secepat mungkin MSC diberi autorisasi dalam mengadopsi dan merubah skema-skema pemisah lalu-lintas atas nama Organisasi.

Aturan 10 menyatakan bahwa kapal-kapal yang menyeberangi jalur-jalur laulintas diharuskan agar bertindak sehingga "sedekat sepraktis mungkin pada sudut-sudut kanan terhadap arah umum dari aliran lalu-lintas." Ini mengurangi kebingungan terhadap kapal-kapal lain ketika berkeinginan kapal yang akan menyeberangi dan lintasan dan pada saat yang bersamaan memungkinkan kapal itu untuk menyeberangi jalurnya secepat mungkin.
Kapal-kapal ikan "harus tidak menghalangi jalannya setiap kapal sesuai jalur lalu-lintasnya" tetapi tidak dilarang untuk menangkap ikan. Hal ini sejalan dengan Aturan 9 bahwa "suatu kapal yang sedang menangkap ikan harus tidak menghalangi jalannya setiap kapal lain yang berlayar di dalam jalur sempit atau jalur pelayaran." Pada tahun 1981 regulasi ini telah dirubah. Dua paragraf baru ditambahkan terhadap Aturan 10 untuk pengecualian kapal yang memiliki keterbatasan terhadap kemampuan mereka dalam melakukan manouver "ketika sedang dalam operasi untuk keselamatan navigasi dalam suatu skema pemisah lalu-lintas" atau ketika sedang melakukan peletakan kabel.

Pada tahun 1987 regulasi-regulasi ini dirubah lagi. Hal ini telah dititikberatkan bahwa Aturan 10 diperuntukkan bagi skema-skema pemisah lalu-lintas yang telah diadopsi oleh IMO dan tidak melepaskan pada setiap kapal tanggungjawabnyadi bawah aturan lainnya. Hal ini juga mengklarifikasi bahwa jika suatu kapal diwajibkan untuk menyeberangi jalur-jalur lalu-lintas itu harus melakukan demikian sehingga sedekat sepraktis pada sudut-sudut kanan pada arah umumnya aliran lalu-lintas. Pada tahun 1989 Regulasi 10 diamandemenkan lebih lanjut untuk mengklarifikasi kapal-kapal yang mungkin menggunakan suatu "zona lalu-lintas perairan pantai.".

Bagian II - Perilaku kapal-kapal dalam melihat satu sama lainnya (Aturan 11 -18)

Aturan 11 menyatakan bahwa bagian ini diperuntukkan bagi kapal-kapal dalam melihat satu sama lainnya.

Aturan 12 menyatakan tindakan yang harus dilakukan ketika dia kapal layar sedang mendekat satu sama lainnya.

Aturan 13 termasuk mendahului - kapal yang mendahului harus di luar jalannya kapal yang sedang didahului.

Aturan 14 berurusan dengan situasi muka lawan muka. Situasi penyeberangan dicakup oleh Aturan 15 dan tindakan yang harus dilakukan oleh kapal pemberi-jalan ada di dalam Aturan 16.

Aturan 17 berurusan dengan suatu tindakan pada kapal yang sedang berada di jalurnya, termasuk ketentuan bahwa kapal yang berada di jalurnya mungkin "melakukan tindakan untuk menghindari tubrukan dengan manouvernya sendiri secepat ketika hal itu menjadi ancaman baginya bahwa suatu kapal memerlukan untuk tetap ke luar jalurnya tidak mengambil tindakan yang seharusnya.

Aturan 18 berurusan dengan tanggungjawab antara kapal dan termasuk persyaratan-persyaratan kapal yang harus tetap menjaga di luar dari jalan yang lainnya.

Bagian III - Perilaku kapal-kapal di dalam daerah visibilitas yang terbatas (Aturan 19).

Aturan 19 menyatakan setiap kapal harus berlayar pada suatu kecepatan yang aman disesuaikan dengan keadaan yang ada atau berlaku dan visibilitas yang terbatas. Satu kapal yang sedang mendeteksi kapal lain dengan radar harus menentukan jika ada bahaya tubrukan dan jika demikian yang terjadi maka ambil langkah untuk menghindarinya. Satu kapal yang sedang mendengarkan sinyal kabut dari kapal lain harus mengurangi kecepatan ke suatu kecepatan minimum.

Bagian C - Lampu-lampu dan Bentuk-bentuknya (Aturan 20 - 31)

Aturan 20 menyatakan aturan-aturan tentang lampu-lampu yang dipakai dari sejak sore sampai pagi.

Aturan 21 memberikan definisi-definisi.

Aturan 22 melingkupi visibilitas lampu-lampu - menandakan bahwa lampu-lampu harus visibel pada jarak minimum (dalam nautikal mile) ditentukan sesuai dengan type kapal.

Aturan 23 meliputi lampu-lampu yang harus dibawa oleh kapal bertenaga pendorong yang sedang berjalan.

Aturan 24 meliputi  lampu-lampu kapal penarik dan pendorong.

Aturan 25 meliputi persyaratan-persyaratan lampu bagi kapal-kapal layar yang sedang berlayar dan kapal-kapal yang sedang memakai dayung.

Aturan 26 meliputi persyaratan-persyaratn lampu bagi kapal-kapal penangkap ikan.

Aturan 27 meliputi persyaratan-persyaratan lampu untuk kapal-kapal tidak dalam kendali atau dibatasi kemampuan manuver mereka.

Aturan 28 meliputi persyaratan-persyaratan lampu bagi kapal-kapal yang dibatasi oleh garis air (sarat) mereka.

Aturan 29 meliputi persyaratan-persyaratan lampu bagi kapal-kapal pilot.

Aturan 30 meliputi persyaratan-persyaratan lampu bagi kapal-kapal sedang jangkar/berlabuh dan kandas.

Bagian D - Sinyal-sinyal Suara dan Lampu (Aturan 32 - 37)

Aturan 32 memberikan definisi pluit, bunyi pendek terompet, dan bunyi panjang terompet.

Aturan 33 mengatakan kapal-kapal dengan panjang 12 meter atau lebih harus membewa pluit dan sebuah bell dan kapal-kapal dengan panjang 100 meter atau lebih harus membawa tambahan sebuah gong.

Aturan 34 meliputi sinyal peringatan dan manuver, pemakaian pluit dan lampu-lampu.

Aturan 35 meliputi sinyal-sinyal suara yang harus digunakan dalam keadaan visibilitas yang terbatas.

Aturan 36 meliputi sinyal-sinyal yang digunakan untuk mencari perhatian.

Aturan 37 meliputi sinyal-sinyal dalam keadaan bahaya minta pertolongan.

Bagian E - Pengecualian-pengecualian (Aturan 38)

Aturan 38 mengatakan kapal-kapal yang memenuhi Regulasi Tubrukan 1960 dan dibangun atau sudah sedang dalam tahap pembangunan ketika Regulasi Tubrukan 1972 diberlakukan mungkin dikecualikan dari beberapa persyaratan untuk sinyal-sinyal lampu dan suara dalam periode waktu tertentu.

Anneks

COLREGs termasuk empat anneks

Anneks I - Letak dan detail teknis dari lampu-lampu dan bentuk-bentuknya

Anneks II - Sinyal-sinyal tambahan bagi kapal-kapal ikan dalam dekat kedekatan.

Anneks III - Detai-detal teknis untuk peralatan sinyal suara

Anneks IV - Sinyal-sinyal bahaya pertolongan, yang mana daftar sinyal-sinyal yang menunjukkan kesulitan dan membutuhkan bantuan.

Perubahan-perubahan penting termasuk amandemen tahun 2001, yang diberlakukan pada tahun 2003 termasuk aturan-aturan yang berhubungan dengan pesawar Wing-in Ground (WIG). Berikut ini adalah perubahannya:

Definisi Umum (Aturan 3) - memberikan definisi pesawat wing-in-ground;

Tindakan untuk menghindari tubrukan (Aturan 8 (a)) - memberi ketegasan bahwa setiap tindakan untuk menghindari tubrukan harus diambil sesuai dengan aturan yang ada dalam COLREGs dan untuk menghubungkan Aturan 8 dengan aturan-aturan pengemudian dan pelayaran lainnya;

Tanggungjawab antara (Aturan 18) - termasuk persyaratan bahwa suatu pesawat WIG, ketika lepas landas, mendarat dan dalam penerbangan dekat suatu permukaan, harus dijaga tetap bersih dari kapal-kapal lain dan menghindari hambatan navigarsi mereka dan juga bahwa sebuah pesawat WIG beroperasi di atas permukaan air harus sesuai dengan Aturan-aturan ini sebagaimana kapal-kapal bertenaga penggerak;

Kapal-kapal bertenaga penggerak dalam pelayaran (Aturan 23) - termasuk satu persyaratan bahwa peaswat WIG harus, sebagai tambahan terhadap lampu-lampu dapam paragraf 23 (a) dari Aturan ini, menunjukkan satu lampu merah putaran penuh berkedip intensitas-tinggi ketika lepas landas, mendarat dan dalam penerbangan dekat permukaan.

Pesawat-pesat terbang laut (Aturan 31) - termasuk satu tindakan-tindakan bagi pesawat WIG;

Peralatan untuk sinyal-sinyal suara dan sinyal-sinyal suara dalam visibilitas terbatas (Aturan 33 dan 35) - untuk melayani kapal-kapal kecil;

Posisi dan detail teknis dari lampu-lampu dan bentuk-bentuknya (Anneks I) - amandemen-amamndemen berhubungan dengan kapal berkecepatan tinggi (berhubungan dengan pemisahan vertikal dari lampu atas tiang utama); dan

Detail teknis peralatan sinyal suara (Anneks III) - amandemen-amandemen berhubungan dengan pluit-pluit dan bel atau gong untuk melayani kapal-kapal kecil.

Bagian 1 - ORGANISASI MARITIM INTERNASIONAL (IMO)

 Kata Pengantar

Tulisan ini merupakan tulisan berseri dan jika dihubungkan akan menjadi sebuah buku. Begitu kira-kira awal ditulisnya tulisan ini. Tentu dari pengetahuan yang minim walaupun sudah berkecimpung di dalam bidang kemaritman ini selama lebih dari 35 tahun,  penulis memiliki keinginan yang kuat untuk menyumbangkan apa yang sudah diketahui dan alami di bidang kemaritiman ini agar yang lain paling tidak akan dapat kebagian tentang apa yang telah penulis miliki. Rasanya sayang sekali apabila pengalaman dan pengetahuan ini tidak ditulis paling tidak sebagai catatan pribadi agar apa yang telah didapat tidak hilang begitu saja.

Tentu kritik dan saran dari para pembaca merupakan masukan yang sangat berharga bagi penulis, hal ini guna meningkatkan mutu dari apa yang telah ditulis ini serta penambahan pengetahuan serta wawasan dari pembaca sekalian bagi penulis.

Apabila ada kekurangan serta hal yang tidak berkenan, maka itu sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis. Karena ada beberapa bagian dari tulisan ini yang hanya menterjemahkan langsung dari induk Oganisas Maritim Internasional (IMO) ataupun dari beberapa peraturan Biro Klassifikasi yang ada di dunia.

1.1 Pendahuluan

Didalam menjalankan tugasnya, suatu kapal bergerak dari suatu tempat ke tempat lain, bahkan tidak jarang mereka akan bergerak dalam suatu wilayah hukum yang berbeda pula. Untuk itu matarantai pemilik kapal dan manajemen yang mengawasi setiap pergerakan kapal bisanya bisa meliputi di banyak tempat bahkan di banyak Negara. Dan tidak jarang bahkan  banyak juga kapal-kapal yang beroperasi jauh dari wilayah di mana kapal-kapal itu terdaftar, dan hal ini terkadang tuntutan dan persyaratan yang diminta oleh otoritas yang sedang dilalui bisa berbeda dengan tuntutan di mana kapal itu terdaftar. Untuk itulah dibutuhkan suatu badan yang dapat menjembatani dari setiap perbedaan peraturan mengenai tuntutan pelayaran itu, sehingga dapat diterima oleh semua pihak. Yaitu suatu badan Organisasi Internasional yang mengatur semua pelayaran di manapun suatu kapal berlayar dan singgah, terutama peraturan yang menyangkut keselamatan dan pencegahan pencemaran lingkungan di laut.

Pada awalnya hanya ada beberapa negara yang mengusulkan dibentuknya badan internasional yang tetap untuk mendorong keselamatan di laut agar lebih effektif, akan tetapi keinginan itu tidak pernah berhasil dibentuk sampai dengan dibentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa itu sendiri, yang mana menyebabkan harapan dibentuknya badan internasional yang dikehendaki dapat terwujud pula. 

1.2 Sejarah Berdirinya IMO

Organisasi Maritim Internasional, IMO dibentuk pada tahun 1982 bermarkas di London, Britania Raya. Sebelum IMO dibentuk, pada tahun 1948 diadakan konferensi internasional di Jenewa yang menyepakati pembentukan suatu badan konsultasi maritim antar pemerintahan  yang disebut Inter-Govermental Maritime Consultative Organization, IMCO. Konvensi IMCO (sekarang IMO) diberlakukan pada tahun 1958 dan Organisasi ini bertemu untuk pertama kalinya pada tahun 1959. Badan-badan PBB lainnya juga dibentuk termasuk Badan Pangan dan Pertanian (FAO) berkantor pusat di Roma, Kantor Buruh Internasional (ILO) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), keduanya bermarkas di Jenewa. Kemudian pada tahun 1982 IMCO dirubah namanya menjadi IMO.

IMO selain memiliki tujuan khusus untuk meningkatkan keselamatan di laut dan pencegahan pencemaran lingkungan di laut, juga bertanggungjawab untuk mengembangkan peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur bagi semua industri pelayaran, atau merevisi peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur yang sudah ada sebelumnya. Sampai saat ini IMO beranggotakan 170 negara, semua Negara anggota tersebut biasanya disebut sebagai Syahbandar/Flag State, dan tiga Anggota Assosiasi. 


Tujuan IMO sebenarnya sebagaimana yang tercantum di dalam suatu Konvensi dalam artikel 1(a) adalah; "untuk memberikan penggerak kerjasama antar Negara (States) dalam bidang  peraturan pemerintah dan pelaksanaannya yang berhubungan dengan masalah-masalah teknis dari segala bentuk yang berkaitan dengan pelayaran yang menggunakan perdagangan internasional: untuk menganjurkan dan memfasilitasi/memudahkan suatu adopsi umum terhadap standard-standard praktis tertinggi dalam permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan keselamatan di laut, effisiensi ketika melakukan navigasi serta pencegahan dan pengendalian pencemaran di laut dari kapal". Organisasi ini juga diberdayakan untuk melakukan kegiatan dengan masalah-masalah administrasi dan masalah-masalah resmi yang berhubungan dengan tujuan ini.


Hampir semua kegiatan IMO dilakukan oleh sejumlah Komite dan Sub-komite. Yang paling  berpengaruh (tinggi kedudukannya) dari semua itu adalah Komite Keselamatan di Laut (Marine Safety Committee - MSC). Komite ini bertanggungjawab terhadap masalah-masalah yang berhubungan dengan Konvensi Interasional Keselamatan Pelayaran di Laut, 1974 atau SOLAS, 1974 (the International Convention for Safety of Life at Sea, 1974) dan untuk Konvensi Internasional tentang Standard Pelatihan, Sertifikasi dan Pengawasan, 95 bagi Awak Badan Kapal atau STCW '95 (The International Convention for Standards of Training, Certification and Watchkeeping, 1995). 


Kemudian Komite berikutnya adalah Komite Perlindungan Lingkungan di Laut (The Marine Environment Protection Committee - MEPC) didirikan pada tahun 1973 lalu diangkat menjadi konstitusional berstatus penuh pada tahun 1985 dan bertanggungjawab untuk mengkoordinasi kegiatan-kegiatan IMO didalam pencegahan dan pengawasan atau pengendalian polusi lingkungan bahari dari kapal-kapal.

Komite-komite itu bekerja khusus tentang suatu pekerjaan teknis untuk meng-update peraturan-peraturan yang sudah ada atau mengembangkan dan mengadopsi peraturan-peraturan baru, dengan pertemuan-pertemuan yang dihadiri oleh para ahli di bidang bahari dari para anggota Pemeritah, bersama dengan mereka dari organisasi-organisasi antar pemerintah dan non-pemerintah.


Hasilnya dari suatu badan konprehensif itu adalah konvensi-konvensi internasional, yang didukung oleh sejumlah rekomendasi-rekomendasi yang mengatur setiap segi pelayaran. Ada langkah-langkah, terutama ditujukan untuk pencegahan kecelakaan, termasuk standard rancangan kapal, konstruksi, peralatan dan perlengkapan, operasi dan para pekerjanya. Perjanjian-perjanjian pokok termasuk konvensi SOLAS untuk mengatur keselamatan pelayaran di laut, konvensi MARPOL untuk pencegahan polusi oleh kapal-kapal dan konvesi STCW untuk standard-standard pelatihan bagi awak badan kapal.


Kemudian ada perjanjinan-perjanjian yang dapat mengenali atau menentukan lokasi dan posisi suatu kecelakaan yang terjadi, termasuk peraturan-peraturan mengenai komunikasi-komunikasi pertolongan dan keselamatannya, konvensi internasional tentang SAR (search and rescue) dan konvensi internasional tentang kesiagaan, tindakan dan kooperasi dari polusi minyak.


Yang lain lagi, konvensi-konvensi yang memberikan kompensasi dan kewajiban para rezim, termasuk Konvensi Internasional tentang tanggung jawab secara perdata untuk kerusakan karena polusi minyak, suatu konvensi pembentukan dana internasional untuk kerusakan karena polusi minyak dan suatu konvensi Athena yang meliputi pertanggungjawaban dan kompensasi untuk para penumpang di laut.

IMO memiliki peran kunci didalam memastikan bahwa kehidupan di laut tidak berada dalam keadaan bahaya, dan bahwa lingkungan laut tidak dicemari oleh pelayaran - sebagaimana terangkum di dalam pernyatan missi IMO: Pelayaran yang effisien, selamat dan aman dengan kondisi laut tetap bersih.


1.3 Struktur Organisasi IMO

Seperti yang telah disebutkan dalam Pendahuluan di atas, bahwa IMO merupakan Agen Khusus dari Perserikatan Bangsa-bangsa. Sejak awal dibentuk, tujuan yang paling utama dari IMO adalah memperbaiki/meningkatkan keselamatan di laut dan mencegah polusi di laut. Yaitu bertanggungjawab untuk mengembangkan peraturan-peratiuran dan prosedur-prosedur baru bagi industri pelayaran, atau merevisi peraturan dan prosedur yang sudah ada. 

Sampai saat ini IMO memiliki anggota lebih dari 170 Negara, sering disebut sebagai Syahbandar/Flag State, dan tiga Anggota Assosiasi.

Badan Organisasi IMO terdiri dari satu Majelis, satu Konsul dan lima Komite Utama. Majelis bertemu setiap dua tahun sekali. Diantara sidang-sidangnya dijalankan oleh Konsul yang mana terdiri dari 40 Negara Anggota yang dipilih oleh anggota Majelis. Ada juga Sekertariat yang terdiri dari 300 orang, bekerja dalam enam Divisi Teknis. Organisasi IMO dipimpin oleh seorang Sekertaris Jenderal. 

Adapun kelima komite-komitenya terdiri dari Komite Keselamatan di Laut (the Maritime Safety Committee), MSC; Komite Perlindungan Lingkungan di Laut (the Marine Environment Protection Committee), MEPC; Komite Legal (the Legal Committee); Komite Kerjasama Teknikal (the Technical Co-operation Committee); dan Komite Fasilitasi (the Facilitation Committee) dan sejumlah Sub-komite yang menunjang pekerjaan Komite Teknis Utama. 

1.3.1 Majelis

Majelis adalah Badan Tertinggi dalam Organisasi IMO. Majelis terdiri dari semua Negara Anggota dan Majelis ini selalu bertemu sekali dalam dua tahun dalam sesi-sesi secara regular, akan tetapi mungkin juga bertemu dalam suatu sesi luarbiasa apabila diperlukan. Majelis bertanggungjawab dalam mengesahkan program kerja, persetujuan dengan pemungutan suara tentang anggaran dan menentukan rencana keuangan Organisasi. Majelis juga memilih Dewan Organisasi.

1.3.2 Dewan

Anggota Dewan dipilih oleh Majelis untuk periode dua tahun dimulai setelah setiap sidang reguler Majelis. 

Dewan merupakan Organ Eksekutif IMO dan pertanggungjawaban, dibawah Majelis, untuk melakukan supervisi pekerjaan Organisasi. Diantara sidang-sidang Majelis, Dewan melaksanakan semua fungsi dari Majelis, kecuali fungsi pembuatan rekomendasi terhadap Negara-negara tentang keselamatan di laut dan pencegahan pencemaran di laut yang mana diperuntukan untuk Majelis sesuai Artikel 15(j) pada Konvensi.

Fungsi lainnya Dewan adalah untuk:
  1. mengkoordinasi aktivitas-aktivitas dari organ-organ Organisasi;
  2. mempertimbangkan rancangan program kerja dan perkiraan anggaran dari Organisasi dan menyampaikannya kepada Majelis;
  3. menerima laporan-laporan dan proposal-proposal dari Komite-komite dan organ-organ lainnya dan menyampaikannya kepada Majelis dan Negara-negara Anggota, dengan memberikan catatan-catatan dan rekomendasi-rekomendasi yang diperlukan;
  4. mengangkat Sekertaris Jenderal, yang tergantung pada pengesahan Majelis;
  5. melakukan perjanjian-perjanjian atau pengaturan-pengaturan sehubungan dengan hubungan Organisasi dengan organisasi-organisasi lain, yang tergantung dari pengesahan Majelis.
Anggota-anggota Dewan untuk tahun 2012-2013 dua tahunan,

Kategori (a): 
10 Negara dengan kepentingan terbesar dalam memberikan pelayanan-pelayaran internasional: China, Yunani, Italia, Jepang, Norwagia, Panama, Korea Selatan, Federasi Rusia, Britania Raya, Amerika Serikat.

Kategori (b)
10 Negara lain dengan kepentingan terbesar dalam perdangan melalui laut: Argentina, Banglades, Brasil, Kanada, Perancis, Jerman, India, Belanda, Spanyol, Swedia.

Kategori (c)
20 Negara tidak terpilih dibawah Kategori (a) atau (b) di atas yang mana memiliki kepentingan khusus dalam transportasi atau navigasi laut, dan yang mana terpilihnya untuk Dewan akan memastikan keterwakilan dari semua daerah-daerah geografis dunia: Australia, Bahama, Belgia, Chili, Siprus, Denmark, Mesir, Indonesia, Jamaika, Kenya, Liberia, Malaysia, Malta, Meksiko, Maroko, Philipina, Singapura, Afrika Selatan, Thailand, Turki.

1.3.3 Maritime Safety Committee (MSC)

MSC adalah suatu komite keselamatan di laut dan merupakan badan teknikal tertinggi dalam Organisasi, MSC terdiri dari Negara-negara Anggota. Fungsi dari komite ini adalah untuk mempertimbangkan setiap masalah dalam lingkup yang berhubungan dengan Organisasi untuk pertolongan di bidang navigasi, konstruksi dan peralatan-peralatan kapal, tenaga kerja dari kacamata keselamatan, peraturan-peraturan untuk pencegahan tubrukan di laut, penanganan muatan-muatan berbahaya, prosedur-prosedur keselamatan di laut dan persyaratan-persyaratannya, informasi tentang hidrografi, catatan-catatan log-books dan navigasi, investigasi-investigasi korban kecelakaan di laut, pertolongan dan penyelamatan   serta masalah-masalah lain yang secara langsung mengakibatkan keselamatan di laut.

Komite ini juga diperlukan untuk menjadi penggerak guna melaksanakan setiap tugas yang dibebankan terhadapnya oleh Konvensi IMO atau setiap tugas yang mencakup pekerjaannya yang mungkin diberikan kepadanya oleh atau di bawah instrumen-instrumen internasional dan disahkan atau diterima oleh Organisasi. Komite ini juga memiliki tanggungjawab untuk mempertimbangkan dan menyampaikan rekomendasi-rekomendasi dan petunjuk-petunjuk tentang keselamatan untuk memungkinkan diadopsi oleh Majelis.

MSC diperluas untuk mengadopsi amandemen-amandemen konvensi-konvensi seperti SOLAS dan termasuk semua Negara Anggota dan juga negara-negara yang merupakan bagian dari konvensi-konvensi seperti SOLAS walaupun mereka bukan Negara-negara Anggota IMO.

1.3.4 The Marine Environment Protection Committee (MEPC)

MEPC adalah suatu komite IMO yang bertugas di bidang pencegahan dan pengawasan pencemaran dari kapal-kapal. MEPC yang terdiri dari semua Anggota Pemerintah-pemerintah, diberi mandat untuk mempertimbangkan setiap masalah dalam cakupan Organisasi berkenaan dengan pencegahan dan pengawasan pencemaran dari kapal-kapal. Terutama yang berkenaan dengan adopsi dan amandemen dari konvensi-konvensi dan peraturan-peraturan lainnya dan langkah-langkah untuk memastikan pelaksanaannya.

MEPC didirikan untuk pertama kalinya sebagai suatu badan pendukung dari Majelis dan ditetapkan menjadi badan hukum berstatus penuh pada tahun 1985.

1.3.5 Sub-komite-sub-komite

MSC dan MEPC dalam melaksakan tugas mereka dibantu oleh satu anggota dari Sub-komite-sub-komite yang mana terbuka juga bagi Anggota Pemerintah-pemerintah:

  • Sub-komite untuk Unsur Manusia, Pelatihan dan Pengawasan (Human Element, Training and Watchkeeping - HTW);
  • Sub-komite untuk pelaksanaan dari instrumen-instrumen IMO (Implementation of IMO Instruments);
  • Sub-komite untuk Navigasi, Komunikasi dan SAR (Navigation, Communications and Search and Rescue - NCSR);
  • Sub-komite untuk Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran (Prevention Pollution and Respond - PPR);
  • Sub-komite untuk Rancangan dan Konstruksi Kapal (Ship Design and Construction - SDC);
  • Sub-komite untuk Sistem-sistem dan Peralatan Kapal (Ship Systems and Equipment - SSE); dan
  • Sub-komite untuk Pengangkutan Kargo-kargo dan Kontainer-kontainer (Carriage of Cargoes and Containers - CCC).
(Sampai dengan tahun 2013 terdapat sembilan Sub-Komite sebagai berikut:
  • Cairan-cairan Curah dan Gas-gas (Bulk Liquids and Gases - BLG)
  • Barang-barang Berbahaya, Kargo-kargo Padat dan Kontainer-kontainer (Dangerous Goods, Solid Cargoes and Containers - DSC)
  • Perlindungan terhadap Kebakaran (Fire Protection - FP)
  • Radio-komunikasi dan SAR (Radio-communications and Search and Rescue - COMSAR)
  • Keselamatan Navigasi (Safety of Navigation - NAV)
  • Rancangan dan Peralatan Kapal (Ship design and Equipment - DE)
  • Stabilitas dan Garis Muat dan Keselamatan Kapal-kapal Penangkap Ikan (Stability and Load Lines and Fishing Vessels Safety - SLF)
  • Standard Pelatihan dan Pengawasan (Standards of Training and Watchkeeping - STW)
  • Pelaksanaan Syahbandar (Flag State Implementation - FSI)

1.3.6 Komite Legal (Legal Committee)

Komite legal atau Komite Hukum diperuntukkan untuk menangani setiap masalah-masalah hukum yang tercakup di dalam Organisasi. Komitenya terdiri dari Negara-Negara Anggota IMO. Komite ini didirikan pada tahun 1967 sebagai satu badan pendukung dalam menangani pertanyaan-pertanyaan resmi yang ada setelah bencana Torrey Canyon.

Komite Hukum juga diperuntukkan untuk melaksanakan setiap tugas-tugas yang termasuk dalam cakupannya yang mungkin dibebankan  oleh atau di bawah setiap instrumen internasional lainnya dan diterima oleh Organisasi.

1.3.7 Komite Kerjasama Teknikal

Komite Kerjasama Teknikal diperlukan dalam mempertimbangkan setiap masalah yang tercakup dalam Organisasi berkenaan dengan implementasi proyek-proyek kerjasama teknikal dimana Organisasi bertindak sebagai pelaksananya atau agen kerjasama dan setiap masalah-masalah lainnya yang berhubungan dengan aktivitas-aktivitas Organisasi dalam bidang kerjasama teknikal.

Komite Kerjasama Teknikal terdiri dari seluruh Negara Anggota dari IMO, dibentuk pada tahun 1969 sebagai badan penunjang dari Dewan, dan dilembagakan dengan satu amandemen pada suatu Konvensi IMO yang mana telah diberlakukan pada tahun 1984.

1.3.8 Komite Fasilitasi

Suatu Komite Fasilitasi dibentuk sebagai badan pendukung dari Dewan pada tahun 1972, dan dilembagakan secara penuh pada Desember 2008 sebagai suatu hasil dari satu amandemen suatu Konvensi IMO. Ini terdiri dari seluruh Negara Anggota  dari Organisasi dan berhubungan dengan pekerjaan IMO didalam membatasi formalitas yang tidak diperlukan dan "pelat merah" dalam pelayaran internasional dengan pengimplementasian seluruh aspek-aspek dari suatu Konvensi untuk Fasilitasi Lalulintas Laut Internasional (Facilitation of International Maritime Traffic) 1995 dan setiap masalah di dalam cakupan Organisasi berhubungan dengan fasilitasi lalulintas laut internasional. Terutama pekerjaan Komite tahun-tahun belakangan ini, sesuai dengan keinginan dari Majelis, untuk memastikan bahwa keseimbangan yang sesuai dikenakan antara keamanan di laut dan suatu fasilitasi perdagangan di laut internasional.

1.3.9 Sekertariat

Sekertariat IMO terdiri dari Sekertaris Jenderal dan beberapa orang internasional sebanyak 300 berkedudukan di kantor pusat di London.

Sekertaris Jenderal Organisasi adalam Mr. Koji Sekimizu dari Jepang diangkat pada posisi ini belaku mulai tanggal 1 Januari 2012.

Pemegang jabatan sebelumnya adalah sebagai berikut:

Ove Nielsen (Denmark)1959-1961
William Graham (United Kingdom, Pengganti)1961-1963
Jean Roullier (Perancis)1964-1967
Colin Goad (United Kingdom)1968-1973
Chandrika Prasad Srivastava (India)  1974-1989
William A. O’Neil (Kanada)1990-2003
Efthimios E. Mitropoulos (Yunani) 2004-2011

Koji Sekimizu (Jepang)                                   2012-

1.3.10 Perwakilan Regional

IMO sampai saat ini sudah memiliki lima koordinator regional atu advisor untuk kegiatan-kegiatan kerjasama teknikal, di Pantai Gading, Ghana, Kenya, Philipina dan Trinidad Dan Tobago.

Ditulis di Abu Dhabi, pada tanggal 8 September, 2013